“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)

Senin, 15 November 2010

Tentang Masjid

‘Golongan Tertentu’ yang Menguasai Masjid


Sesungguhnya masjid adalah rumah milik Allah. Tempat untuk berdzikir, membaca al-Qur’an, menunaikan sholat berjama’ah dan mengadakan majelis-majelis ilmu yang mengajarkan tauhid, keimanan dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar manusia terbebas dari cengkeraman syirik, kekafiran, bid’ah, kemaksiatan serta belenggu fanatisme golongan, agar mereka menjadi orang-orang yang bersaudara dan saling mencintai karena Allah serta membenci musuh-musuh Allah.

Oleh sebab itu dapat kita lihat dalam lembaran sejarah, bagaimana masjid Nabawi yang dibangun oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya menjadi pusat kebangkitan Islam sehingga membuat orang-orang kafir marah dan geram. Dari masjid itulah dilahirkan para ulama, penguasa yang adil, panglima jihad, pedagang yang bertakwa, para orang tua yang memperhatikan pendidikan anak-anaknya, ibu-ibu dan remaja putri yang menyimpan rasa malu dan menjaga kehormatan dirinya, para pemuda yang tekun beribadah kepada Rabbnya, dan anak-anak yang berbakti dan menghormati ayah bundanya. Inilah keadaan masjid di masa generasi pertama, generasi terbaik dalam lembaran sejarah kemanusiaan, yaitu para sahabat radhiyallahu’anhum ajma’

1. Orang yang layak untuk memakmurkan masjid adalah orang-orang ‘tertentu’ saja, tidak semua orang. Mereka yang layak untuk itu adalah: orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, yang mendirikan sholat –dan sholat berjama’ah di masjid termasuk di dalamnya-, menunaikan zakat, dan yang memiliki rasa takut kepada Allah. Salah satu ciri utama orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir adalah mengembalikan segala perselisihan kepada al-Kitab dan as-Sunnah, bukan kepada budaya warisan nenek moyang atau pendapat kebanyakan orang (baca: demokrasi). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian, apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu lebih baik untuk kalian dan lebih bagus hasilnya.” (QS. an-Nisaa’: 59). Begitu pula, ciri orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir adalah mencintai golongan Allah dan membenci musuh-musuh Allah. Bukankah Allah berfirman (yang artinya), “Tidak akan kamu jumpai orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka justru berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan rasul-Nya…” (QS. al-Mujadilah: 22).
2. Masjid dibangun bukan untuk kepentingan ‘kelompok tertentu’, akan tetapi untuk mewujudkan penghambaan kepada Allah semata (baca: tauhid) dan mengingatkan manusia akan hakekat hidup mereka di alam dunia ini. Dan hal itu tidak akan terwujud kecuali dengan menegakkan ubudiyah secara benar di dalamnya yang dilandasi dengan keikhlasan dan kesetiaan mengikuti Sunnah/ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu orang-orang musyrik atau para penebar kebid’ahan tidak layak untuk memakmurkan masjid dengan kemaksiatan mereka kepada Allah dan rasul-Nya. Demikian pula orang-orang yang menjadikan masjid sebagai sarana untuk merekrut massa demi memperbanyak jumlah suara dalam pemilihan umum, maka masjid adalah tempat yang harus dibersihkan darinya! Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu seperti orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah belah agamanya, sehingga mereka pun bergolong-golongan, setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada padanya.” (QS. ar-Ruum: 31-32)

3. Untuk bisa memakmurkan masjid maka diperlukan pendidikan keimanan dan petunjuk hidup yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana sebuah ungkapan yang sudah sangat populer dari Imam Bukhari rahimahullah bahwa ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan. Maka alangkah sangat mengherankan jika ada sebagian orang yang justru alergi berat –bahkan mencemooh- terhadap kajian-kajian tauhid dan sunnah yang diadakan secara terbuka di masjid-masjid dengan berbagai alasan yang dicari-cari; eksklusif-lah, ekstrim-lah, tidak mengundang khalayak –padahal publikasi sudah tersebar kemana-mana [?]-, “Itu kan khusus untuk kelompok kalian” [?] -Subhanallah, ini adalah kedustaan yang nyata! Benarlah perkataan orang, “Pandangan senang itu mengubah segalanya menjadi indah, sedangkan pandangan kebencian menjadikan segalanya tampak sebagai keburukan.”- Seolah-olah mereka ingin mengatakan, “Lebih baik masjid kami ramai dengan tahlilan dan campur sari daripada kajian tauhid dan daurah yang kalian adakan….” [?!] Maha suci Allah, adakah bid’ah lebih baik daripada Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam?
4. Hanya ada dua pilihan, menjadikan masjid sebagai sarana mewujudkan nilai-nilai keimanan dan menebarkan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ataukah menjadikan masjid sebagai kendaraan politik berbagai kelompok yang mengaku memperjuangkan Islam padahal sebenarnya merekalah yang menghancurkannya! Oleh sebab itu wajib bagi para pengurus masjid untuk bertakwa kepada Allah, dan tidak memihak siapapun kecuali pihak yang tegak di atas al-Kitab dan Sunnah Rasulullah serta benar-benar memperjuangkan tegaknya tauhid dan Sunnah di tengah-tengah umat. Dan hal itu tentu saja tidak akan terwujud jika para pengurus masjid itupun ternyata tidak paham tentang akidah Islam yang benar, tidak paham tentang Sunnah dan bid’ah, tidak paham tentang siapakah yang harus dibela dan siapa yang harus dimusuhi, tidak mengenal siapa kawan dan siapa lawan. Bekerja sama dalam kebaikan dan takwa tidak akan terwujud jika para pelakunya pun tidak paham apa yang dimaksud dengan kebaikan dan takwa itu yang sesungguhnya.

Para ulama kita mengatakan, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu maka apa yang dirusaknya lebih banyak daripada yang diperbaikinya.” Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya! Oleh sebab itu, jangan anda heran jika di masa sekarang ini para Ruwaibidhah –orang bodoh yang turut campur dalam urusan umat- dan ahlul bida’ angkat bicara dan dinobatkan sebagai pembesar dan tokoh masyarakat, Allahul musta’aan! Bahkan yang lebih mengherankan lagi, ketika sebagian kaum muslimin seolah tak berkutik ketika takmir masjidnya berada di bawah kendali kaum kufar dan campur tangan mereka –saking getolnya dalam turut campur urusan masjid, maka mereka pun mempropagandakan bahwa masjid mereka itu adalah masjid nasional [?] dengan maksud untuk menolak dakwah al-Haq-… Padahal Allah ta’ala berfirman dengan tegas dalam ayat-Nya (yang artinya), “Barangsiapa di antara kalian yang menjadikan mereka –orang kafir- sebagai penolong, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.” (QS. al-Ma’idah: 51). Sekarang, tersisa dua pilihan bagi anda; menyerahkan urusan ini kepada orang-orang yang membela Allah dan rasul-Nya ataukah kepada orang-orang yang justru memusuhi Allah dan rasul-Nya? Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Seandainya kebenaran itu terpaksa harus mengikuti hawa nafsu mereka niscaya akan hancurlah langit dan bumi serta segala apa yang ada di dalamnya.” (QS. al-Mu’minun: 71). Memang, masjid bukan milik kami, tapi ia juga bukan milik kalian, akan tetapi ia adalah milik Allah ‘azza wa jalla! Ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang masih memiliki akal pikiran.

Kalau bukan kita Penggeraknya, siapa lagi?
Kalau bukan kita Simpatisannya, siapa lagi?

Hadits Seputar Masjid


Keutamaan masjid dibandingkan tempat yang lainnya
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagian negeri yang paling Allah cintai adalah masjid-masjidnya, dan bagian negeri yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Keutamaan membangun masjid ikhlas karena Allah
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ عُثْمَانِ بْنَ عَفَّانَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ مِثْلَهُ
Dari Utsman bin Affan -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membangun masjid ikhlas karena Allah maka Allah akan membangunkan baginya yang serupa dengannya di surga.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Tidak boleh membangun masjid di tanah pekuburan
Imam Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُولَئِكِ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكِ الصُّوَرَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari ‘Aisyah -radhiyallahu’anha- bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah, di dalam gereja itu terdapat gambar-gambar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mereka itu apabila di antara mereka terdapat orang yang soleh yang meninggal maka mereka pun membangun di atas kuburnya sebuah masjid/tempat ibadah dan mereka memasang di dalamnya gambar-gambar untuk mengenang orang-orang soleh tersebut. Mereka itu adalah makhluk yang paling buruk di sisi Allah pada hari kiamat kelak.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Tidak boleh menyerupai Yahudi dan Nasrani
Imam Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي لَمْ يَقُمْ مِنْهُ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Dari ‘Aisyah -radhiyallahu’anha- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika beliau sedang menderita sakit yang membuatnya tidak bisa bangun -menjelang wafat, pen-, “Allah melaknat Yahudi dan Nasrani; mereka menjadikan kubur-kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Larangan menjadikan kubur orang soleh sebagai tempat ibadah
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ جُنْدَبِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Dari Jundab -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum beliau meninggal, “Sesungguhnya aku berlepas diri kepada Allah bahwa aku tidak akan menjadikan seorang pun dari kalian sebagai kekasihku, karena sesungguhnya Allah ta’ala telah menjadikan aku sebagai kekasih-Nya sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Kalau seandainya ku diijinkan untuk mengangkat seorang kekasih dari kalangan umatku, maka niscaya akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian biasa menjadikan kubur para nabi dan orang-orang soleh di antara mereka sebagai tempat ibadah, sesungguhnya aku melarang kalian melakukan hal semacam itu.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Menjaga kebersihan masjid dari kotoran
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا
Dari Anas bin Malik -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Berludah di masjid adalah kesalahan dan peleburnya adalah dengan menguburkannya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Boleh membawa anak kecil ke masjid
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا
Dari Abu Qatadah al-Anshari -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami para sahabat sedangkan Umamah binti Abi al-’Ash -yaitu anak perempuan Zainab putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berada di atas bahunya. Apabila beliau ruku’ maka beliau meletakkannya dan apabila bangkit dari sujud maka beliau mengembalikannya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Tidak mengganggu jama’ah yang lain dengan bau yang tak sedap (rokok, bawang, pete, dsb)
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الْبَقْلَةِ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسَاجِدَنَا حَتَّى يَذْهَبَ رِيحُهَا يَعْنِي الثُّومَ
Dari Ibnu Umar -radhiyallahu’anhuma- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang memakan sayuran seperti ini maka janganlah dia mendekat ke masjid-masjid kami sampai baunya telah hilang.” Maksudnya adalah bawang (HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)


Makmurkanlah Masjid-Masjid


Memakmurkan masjid berarti membangun, memperkuat bangunannya dan memperbaiki bagian-bagian yang rusak (secara material), dan memakmurkannya dalam aspek immaterial (moril), mendirikan shalat, berdzikir, mencari ilmu dan aktifitas ibadah lain yang merupakan tujuan utama didirikannya. (QS. an-Nur: 36), (Tafsir al-Ahkam, Ali Ash Shobuni II). Abu Bakar Al Jashshash mengatakan, memakmurkan masjid itu mengandung dua pengertian yaitu : Berkunjung dan berdiam di masjid. Membangun dan memperbaiki bagian-bagian yang rusak. I’tamaro yang berarti ziarah, berkunjung. Misalnya kata ‘umrah, berarti ziarah ke Baitullah. (Ahkamul Quran, Al Jashshash, II : 87).
“Barangsiapa yang mencintai masjid, maka Allah mencintainya,” [HR. Thabrani].

“Barangsiapa yang mendirikan masjid karena Allah sekalipun sebesar sarang burung, maka Allah akan mendirikan sebuah rumah untuknya di surga.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah].


Secara jujur dan obyektif kita mengakui betapa masjid-masjid di tanah air mengalami kemandekan.
Belum memainkan fungsi dan peranannya secara maksimal. Masjid tidak berdaya mengatasi problematika sosial kemasyarakatan. Orang meminta-minta di sekitar masjid, anak-anak jalanan, kenakalan remaja, belum bisa diantisipasi secara signifikan. Betapa keteladanan Rasulullah Saw, di masjid yang mempunyai kandungan manajeman tingkat tinggi, baru sebatas sebagai bahan diskusi, seminar dan forum-forum ilmiah. Salah satu fungsi masjid sebagai baitul mal, belum bisa diwujudkan, sehingga para pengemis di sekitarnya semakin meningkat jumlahnya. Sangat kontradiktif dengan bangunan fisik masjid yang megah, dengan pemandangan manusia yang berpakaian compang camping di sekelilingnya. Keindahan bangunannya tidak diimbangi dengan kesejahteraan dan kemakmuran jamaahnya.

Beberapa ormas Islam pernah mengusung “Gerakan back to masjid”. Hidayatullah beberapa pernah meluncurkan 1.000 dai di seluruh kabupaten dan propinsi di Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang memadai dari pemerintah dan berbagai elemen bangsa, khususnya ummat Islam. Sebagai usaha mengentaskan krisis multidimensional yang menjerat bangsa. Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) juga meluncurkan program dai-dai pasca-sarjana dan doctoral dan mengisi masjid-masjid.
Masjid yang akan ditangani oleh para dai di seluruh tanah air tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah shalat, tetapi sebagai pusat kegiatan pendidikan, ekonomi, sosial budaya, informasi dunia Islam. Dengan demikian memakmurkan masjid memiliki fungsi yang sangat luas.

Pendirian Sekolah Terpadu, TPA/TPQ, perpustakaan multi media (al-Maktabah Asy-Syamilah), pembinaan remaja masjid, koperasi, poliklinik, unit penggalian dana dan pendistribusiannya, konsultasi, bantuan hukum, bursa tenaga kerja, sekolah, kantor, warnet, atau bank syariat adalah pengembangan dari fungsi penting sistem manajemen masjid. Mari kita kembali ke masjid, semoga di dalamnya kita menemukan kedamaian, kesejahteraan, persaudaraan yang hakiki yang selama ini kita dambakan. Juga menyelesaikan persoalan sosial diantara kita semua. Wallahu a’lam.
Sumber:
www.hidayatullah.com |

Adab Berjalan ke Masjid



Hadits Pertama. Dari Abu Qatadah, ia berkata : Tatkala kami sedang shalat bersama Nabi SAW, tiba-tiba beliau mendengar suara berisik orang-orang (yang datang). Maka ketika Nabi telah selesai shalat, ia bertanya : Ada apa urusan kamu tadi (berisik)? Mereka menjawab : Kami terburu-buru untuk turut (jama`ah), Nabi SAW berkata : Janganlah kamu berbuat begitu !. Apabila kamu mendatangi shalat, hendaklah kamu berlaku tenang ! Apa yang kamu dapatkan (dari shalatnya Imam), maka shalatlah kamu (seperti itu) dan apa yang kamu ketinggalan, sempurnakanlah ! (Hadits riwayat : Ahmad, Muslim dan Bukhari).

Hadits Kedua. Dari Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alahi wa sallam beliau bersabda: Apabila kamu mendengar iqamat, maka pergilah kamu ke tempat shalat itu, dan kamu haruslah berlaku tenang dan bersikap sopan/terhormat, dan janganlah kamu tergesa-gesa, apa yang kamu dapatkan (dari shalatnya Imam), maka shalatlah kamu (seperti itu) dan apa yang kamu ketinggalan sempurnakanlah. (Hadits riwayat : Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa`i & Ahmad).

Kedua hadits ini mengandung beberapa hukum :

Kita diperintah berlaku tenang dan bersikap sopan/terhormat apabila mendatangi tempat shalat/masjid. Kita dilarang tergesa-gesa/terburu-buru apabila mendatangi tempat shalat, seperti berlari-lari, meskipun iqamat telah dikumandangkan. Kita dilarang berisik apabila sampai di tempat shalat, sedang shalat (jama`ah) telah didirikan. Ini dapat mengganggu orang-orang yang sedang shalat jama`ah. Imam masjid perlu menegur (memberikan pelajaran/nasehat) kepada para jama`ah (ma`mum) yang kelakuannya tidak sopan di masjid, seperti berisik, mengganggu orang shalat, melewati orang yang sedang shalat, shaf tidak beres, berdzikir dengan suara keras, yang dapat mengganggu orang yang sedang shalat atau belajar atau lain-lain.

Apa yang kita dapatkan dari shalatnya Imam, maka hendaklah langsung kita shalat sebagaimana keadaan shalat Imam waktu itu. Setelah Imam selesai memberi salam ke kanan dan ke kiri, barulah kita sempurnakan apa-apa yang ketinggalan.

Diantara hikmahnya kita diperintahkan tenang dan sopan serta tidak boleh tergesa-gesa, Nabi shalallahu ‘alahi wa sallam pernah bersabda: Karena sesungguhnya salah seorang diantara kamu, apabila menuju shalat, maka berarti dia sudah dianggap dalam shalat. (Hadits riwayat: Muslim).

Periksa : Shahih Muslim 2 : 99,100. Shahih Bukhari 1 : 156. Subulus Salam (syarah Bulughul Maram) 2 : 33, 34. Nailul Authar (terjemahan) 2 : 781. koleksi hadits hukum, Ustadz Hasbi 4 : 27. Fiqih Sunnah.

Hadits Ketiga. Kemudian muadzin adzan (Shubuh), lalu Nabi shalallahu ‘alahi wa sallam keluar ke (tempat) shalat (masjid), dan beliau mengucapkan: ALLAHUMMAJ `AL FI QALBY NUURAN dan seterusnya (yang artinya) : Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya, dan di dalam ucapanku cahaya, dan jadikanlah pada pendengaranku cahaya, dan jadikanlah pada penglihatanku cahaya, dan jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku cahaya, dan jadikanlah dari atasku cahaya, dan dari bawahku cahaya, ya Allah berikanlah kepadaku cahaya. (Hadits riwayat : Muslim & Abu Dawud).

Keterangan :
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Ibnu Abbas ra yang menerangkan tentang shalat Nabi SAW diwaktu malam (shalat ul-lail).
Hadits ini menyatakan : Disukai kita mengucapkan do`a di atas di waktu pergi ke Masjid.
Periksa : Tuhfatudz Dzakirin hal : 93, Imam Syaukani. Al-Adzkar hal : 25, Imam Nawawi. Fathul Bari` 11 : 16, Ibnu hajar. Aunul Ma`bud (syarah Abu Dawud) 4 : 232. Syarah shahih Muslim 5 : 51, Imam Nawawi.

Hadits Keempat. Dari Abi Humaid atau dari Abi Usaid, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam : Apabila salah seorang kamu masuk masjid, maka ucapkanlah : ALLAHUMMAF TAHLI ABWAABA RAHMATIKA (Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar (dari masjid), maka ucapkanlah : ALLAHUMMA IN-NI AS ALUKA MIN FADLIKA (Ya Allah, sesungguhnya aku minta kepada-Mu dari karunia-Mu). (Hadits riwayat : Muslim, Ahmad & Nasa`i).

Hadits ini menyatakan : Disunatkan kita mengucapkan do`a di atas apabila masuk ke masjid dan keluar dari padanya.
Periksa : Shahih Muslim 2 : 155. Sunan Nasa`i 2 : 41. Fathur Rabbani 3 : 51,52 Nomor hadits 314. Al-Adzkar hal : 25.

Hadits Kelima
. Dari Abdullah bin Amr bin Ash dari Nabi shalallahu ‘alahi wa sallam, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alahi wa sallam, apabila masuk masjid, beliau mengucapkan : `AUDZU BILLAHIL `AZHIMI WABIWAJHIHIL KARIIMI WA SULTHANIHIL QADIIMI MINASY SYAITHANIR RAJIIM (Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung dan dengan wajah-Nya yang Mulia serta kekuasaan-Nya yang tidak mendahuluinya, dari (gangguan) syaithan yang terkutuk). Nabi SAW berkata : Apabila ia mengucapkan demikian (do`a di atas), syaithanpun berkata : Dipeliharalah ia dari padaku sisa harinya. (Hadits riwayat Abu Dawud).

Hadits ini menyatakan : Disunatkan kita membaca do`a mohon perlindungan kepada Allah dari gangguan syaithan apabila memasuki masjid. Periksa : Sunan Abu Dawud Nomor hadits : 466, Aunul Ma`bud Nomor hadits : 462. Minhalul `Adzbul Mauruud (syarah Abu Dawud) 4 : 75, Imam As-Subki. Adzkar hal : 26. Tafsir Ibnu Katsir 3 : 294.

oleh:immasjid & Jamaah Masjid | Klik
http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya, atau di http://twitter.com/JamaahMasjid


Beberapa Kesalahan di dalam Masjid



Masjid adalah tempat pembinaan umat yang sangat penting. Di tempat yang mulia ini ada adab-adab yang perlu diperhatikan ketika kita berhubungan dengan masjid, namun banyak kaum muslimin yang melalaikan adab-adab tersebut padahal mereka berada di rumah-rumah milik Allah. Di sini insya Allah akan sedikit dibahas beberapa kesalahan yang paling sering terjadi.

Memakai Pakaian yang Tidak Bagus Ketika Shalat
Kaum Muslimin yang semoga dirahmati Allah ta’ala, Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk sekedar memakai pakaian yang menutup aurat, akan tetapi memerintahkan kita pula untuk memperbagus pakaian apalagi ketika ke masjid. Allah berfirman, “Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al A’raf [7]: 31). Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab tafsirnya bahwa dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa kita disunnahkan berhias ketika shalat, lebih-lebih ketika hari Jumat dan hari raya. Dan termasuk perhiasan adalah siwak dan parfum.

Namun sekarang banyak kita jumpai kaum muslimin yang ketika pergi ke masjid hanya mengenakan pakaian seadanya padahal ia memiliki pakaian yang bagus. Bahkan tidak sedikit yang mengenakan pakaian yang penuh gambar atau berisi tulisan-tulisan jahil. Akibatnya, mau tidak mau orang yang ada di belakangnya akan melihat dan membaca sehingga rusaklah konsentrasinya.

Tidak Meluruskan Shaf dan Enggan di Shaf Pertama
Di banyak masjid, kerapian, kelurusan dan kerapatannya shaf shalat berjamaah sering kali diabaikan. Padahal shaf yang tidak rapat akan mengganggu ketenangan shalat. Rasulullah bersabda, “Luruskanlah shafmu atau Allah akan menaruh permusuhan dan kemarahan dalam hati kalian.” (HR. Muslim). Sahabat Nu’man bin basyir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami melihat salah satu di antara kami menyentuhkan pundaknya dengan pundak temannya.” Bahkan Imam Bukhari dalam kitab shahihnya beliau membuat satu judul bab, “Bab hendaknya pundak menyentuh pundak dan kaki menyentuh kaki dalam pengaturan shaf.”

Selain itu, kadang seseorang malas berada di shaf pertama dan lebih suka berada di shaf belakang. Bahkan ia malah mempersilakan orang lain mengisi shaf pertama sementara ia sendiri ada di belakang. Rasulullah bersabda, “Andaikan manusia tahu betapa besar pahala orang yang menjawab azan dan shaf yang pertama, lalu ia tidak mendapatkannya kecuali dengan undian tentu ia akan mengikutinya.” (HR. Bukhari)

Berjalan Tergesa-gesa dan Tidak Segera Shalat Bersama Imam Ketika Masbuk
Seorang yang khawatir ketinggalan shalat (masbuk) hendaklah tetap berjalan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa apalagi sampai berlari untuk menuju ke masjid. Rasulullah bersabda, “Jika kalian mendengarkan iqomat, hendaklah berjalan untuk shalat. Wajib bagimu untuk mendatanginya dengan tenang dan janganlah lari terburu-buru. Apa yang kalian dapati bersama imam maka kerjakanlah dan yang kurang sempurnakanlah.” (HR. Bukhari)

Kadang ada makmum masbuk yang ketika mendapati imam yang sedang sujud tidak segera takbirotul ihrom dan sujud, tetapi justru menunggu sampai imam berdiri. Perbuatan ini bertentangan dengan sunnah, berdasarkan hadis di atas dan hadits: “Sesungguhnya imam itu dijadikan panutan, jika ia bertakbir maka bertakbirlah, jika ia sujud maka bersujudlah dan jika ia bangun maka bangunlah.” (HR. Muslim)

Jual Beli dalam Masjid
Jual beli di dalam masjid hukumnya haram, berdasarkan hadits: “Apabila kalian melihat orang menjual atau membeli barang dalam masjid maka katakan kepadanya: “semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual belimu.” (HR. Tirmidzi). Hadits ini juga memerintahkan kita yang melihatnya untuk mengatakan: ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam jual-belimu’ sebagai teguran dalam bentuk doa, karena memang masjid dibangun bukan untuk jual beli. (
http://jamaahmasjid.blogspot.com)

Wallohu a’lam bish showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar